EVALUASI DAN PENILAIAN BERKEADILAN

 

TUGAS AKHIR FILSAFAT PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN 2:

PENERAPAN FILSAFAT DAN IDEOLOGI DI DALAM PENGEMBANGAN EVALUASI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

Oleh: Kintan Limiansi, S3 PEP Angkatan 2021/Kelas A

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A.


ABSTRAK

Dalam melakukan penilaian dan evaluasi, pendidik sudah semestinya memperhatikan siapa yang dinilai dan proses pembelajaran yang berlangsung sehingga dapat melakukan penilaian dengan tepat. Penilaian yang sesuai dengan filsafat dan ideologi pendidikan adalah penilaian yang berkeadilan.penilaian berkeadilan memberi kesempatan siswa untuk menampilkan capaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mereka peroleh melalui pembelajaran. Penilaian berkeadilan memiliki ciri tidak bias, tidak deskriminatif, dan tidak dipengaruhi oleh faktor yang tidak relevan. Cara melakukan penilaian berkeadilan adalah dengan menerapkan penilaian autentik, penilaian menyeluruh, penilaian dan evaluasi berkesinambungan, dan penilaian reflektif.

PEMBAHASAN

  • PETA PIKIRAN PENERAPAN FILSAFAT DAN IDEOLOGI DALAM PENILAIAN BERKEADILAN
  • EVALUASI DAN PENILAIAN DENGAN MEMPERHATIKAN HAKIKAT SISWA/PESERTA DIDIK, HAKIKAT PEMBELAJARAN, DAN HAKIKAT PENILAIAN
  • CARA EVALUASI DAN PENILAIAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FILSAFAT IDEOLOGI YANG SESUAI UNTUK PEMBELAJARAN ABAD-21: SEBAGAI WUJUD PENILAIAN BERKEADILAN 

1.   EVALUASI DAN PENILAIAN DENGAN MEMPERHATIKAN HAKIKAT SISWA/PESERTA DIDIK, HAKIKAT PEMBELAJARAN, DAN HAKIKAT PENILAIAN

Siapakah peserta didik itu? Seperti dikemukakan Prof. Marsigit (2015) dalam Syntesises on The Philosophical And  Theoretical Ground Of Mathematics Education, pengertian peserta didik ini berevolusi dari yang beranggapan peserta didik adalah kapal kosong, seseorang yang mengalami pengembangan karakter, seseorang yang kretaif, hingga seseorang yang tumbuh seperti biji. Pada hakikatnya peserta didik adalah individu yang memiliki kemauan, kemampuan, dan hak yang harus dihargai termasuk dalam pembelajaran dan penilaian.

Lalu apa itu pembelajaran? Hakikat pembelajaran berkembang dari Work Hard, Exercises, Drill, memorize ke thinking and practice, lalu berkembang lagi ke penerapan dan pengaplikasian, selanjutnya exkplorasi, dan diskusi, authonomy. Pembelajaran seharusnya mengkondisikan siswa untuk terlibat aktif dan dekat dengan permasalahan di sekitar kehidupan siswa karena pada dasarnya siswa belajar adalah untuk menemukan solusi terhadap masalah yang ditemui di kehidupan. Dengan menggunakan daya pikir, daya ingat, dan indera, siswa dapat mendekati setiap persoalan dengan konsep keilmuan yang dia peroleh melalui pembelajaran.

Apa itu penilaian? Hakikat penilaian seperti dikemukakan Prof. Marsigit (2015) ada beberapa macam, yaitu external tes atau tes di yang disusun dan dilaksanakan pihak luar (bukan guru), portofolio, sosial, dan kontekstual. Dalam pendidikan di Indonesia, penilaian portofolio, penilaian sosial, dan penilaian kontekstual cocok diterapkan. Dengan penilaian ini, hasil belajar tidak hanya ditentukan berdasarkan tes akhir, namun hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh selama siswa mengikuti proses belajar. Penilaian bersumber dari tugas-tugas, kegiatan individu, kegiatan kelompok, kegiatan sosial, maupun sumber-sumber lain yang dialami siswa selama proses belajarnya. Penilaian yang demikian akan lebih autentik menggambarkan kemampuan siswa yang sebenarnya.

Hasil penilaian selanjutnya digunakan sebagai dasar evaluasi pembelajaran untuk mengetahui apakah kegiatan pembelajaran berhasil? Apakah kegiatan pembelajaran itu efektif? Dapatkah siswa mencapai tujuan pembelajaran? Oleh karena itu penilaian harus memegang fungsinya dengan benar.

Bagaimana penilaian yang sesuai dengan filsafat dan ideologi pendidikan? Berdasarkan paparan di atas dengan memperhatikan hakikat dari peserta didik, pembelajaran, dan hakikat penilaian, dapat dikerucutkan bahwa penilaian harus memperhatikan fungsinya dengan mempertimbangkan: apakah penilaian sesuai dengan kondisi siswa dan sudah sesuaikah penilaian dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sehingga tercapai penilaian berkeadilan. Menurut Mc Millan (2018), penilaian berkeadilan adalah penilaian yang memberikan semua siswa kesempatan yang sama untuk menunjukkan pencapaiannya. Penilaian yang adil artinya tidak bias dan tidak diskriminatif, tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak relevan atau subjektif. Penilaian tidak terpengaruh oleh ras, jenis kelamin, latar belakang etnis, atau faktor lain yang tidak terkait dengan apa yang sedang dinilai. Siswa diberi kesempatan untuk tahu tentang penilaian dan apa yang akan dinilai sehingga mereka memiliki kesempatan untuk belajar. Ada transparansi dalam penilaian. Menurut Mc Millan (2018), untuk dapat menerapkan penilaian berkeadilan, guru harus memperhatikan komponen berikut:

a.   Pengetahuan siswa tentang target dan kriteria penilaian pembelajaran à dengan mengetahui target pembelajaran dan kriteria penilaian maka siswa lebih termotivasi untuk belajar. Target pembelajaran dan kriteria penilaian ini memudahkan guru untuk merumuskan tujuan pembelajaran.

b.   Kesempatan untuk belajar à berkaitan dengan kecukupan waktu, sumber daya, dan kondisi yang dibutuhkan siswa untuk menunjukkan prestasi. Penilaian yang adil memberikan waktu dan kesempatan yang memadai bagi semua siswa untuk belajar.

c.    Pengetahuan dan keterampilan prasayarat à tidak adil bagi siswa jika dinilai suatu kemampuan atau keterampilannya tetapi belum diberi kesempatan untuk menguasai kemampuan prasyarat. Oleh karena itu guru harus memperhatikan hal-hal penting dalam melakukan penilaian untuk mempertimbangkan prasyarat apa yang harus dikuasai siswa sebelum mengikuti penilaian.

d.   Menghindari stereotip pada siswa à penilaian berkeadilan bebas dari penilaian yang mempertimbangkan stereotip siswa, yaitu bagaimana kelompok orang akan berperilaku berdasarkan karakteristik seperti jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi, penampilan fisik, dan karakteristik lainnya.

e.   Menghindari bias pada tugas dan penilaian à penilaian berkeadilan mengendalikan guru untuk tidak menilai berdasarkan hal-hal lain selain yang berkaitan dengan pembelajaran, misalnya suku, ras, bahasa, agama. Guru harus memperhatikan apakah soal tes atau tugas memuat unsur SARA yang tidak seharusnya muncul, apakah bias budaya (tidak semua siswa tahu tentang budaya yang dibahas di soal), apakah bias bahasa (penggunaan bahasa daerah tertentu yang tidak semua orang tahu).

f.    Mengakomodikasi siswa berkebutuhan khusus à penilaian berkeadilan memberi kesempatan siswa berkebutuhan khusus menampilkan prestasi belajarnya.

 

2.   CARA EVALUASI DAN PENILAIAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FILSAFAT IDEOLOGI YANG SESUAI UNTUK PEMBELAJARAN ABAD-21: SEBAGAI WUJUD PENILAIAN BERKEADILAN

Perkembangan pendidikan menurut Paul Ernest dalam bukunya “The Philosophy of Mathematics Education” berjalan mulai dari ideologi industrial trainer àtechnological pragmatism àold humanism à progressive educator à hingga public educator. Setiap ideologi memiliki cara pandang dan orientasi yang berbeda dalam penilaian. Prof. Marsigit dalam tulisannya “Pergulatan Memperebutkan Filsafat, Ideologi, dan Paradigma” menjelaskan perbedaan sistem penilaian di setiap ideologi. Perbedaan sistem ini akan berimplikasi pada “apa yang harus dilakukan guru dan apa yang harus dilakukan siswa” dalam pembelajaran. Secara rinci dijabarkan pada tabel berikut:

Ideologi pendidikan (Paul Ernest, 2004)

Sistem penilaian/ evaluasi (Marsigit, 2013)

Implikasi dalam pembelajaran

Industrial trainer

Eksternal tes

Pembelajaran dilaksanakan dengan mengutamakan kegiatan yang menuntut siswa mengingat materi dan konsep. Selanjutnya siswa menghadapi tes akhir untuk mengetahui keberhasilan belajar. Guru mengajar dengan menjelaskan setiap materi, sedangkan siswa harus mempelajari dan mengingat materi dari guru agar dapat lolos ujian akhir.

Technological pragmatism

Eksternal test

Ideologi ini mengakomodasi berkembangnya keterampilanm IT, komunikasi, problem solving, dan konsep-konsep dasar. Selain menguasai materi, siswa juga harus mampu mempraktikkannya. Capaian siswa diukur dengan tes akhir. Jika siswa mencapai standar dalam pembelajaran, dia dikatakan lulus dan kemudian mendapatkan sertifikat sesuai dengan keahlian yang dipelajari tersebut.

Old humanism

Eksternal test

Pendidik memfasilitasi siswa untuk belajar konsep dan aplikasi. Pembelajaran dikemas dengan berbagai sumber belajar sehingga menarik dan memudahkan siswa untuk belajar. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum berbasis kompetensi. Tes akhir bertujuan untuk menentukan siswa telah mencapai kompetensi minimal atau belum. Guru harus merumuskan target dan indikator capaian kompetensi minimal. Guru juga harus memperhatikan target capaian kurikulum dari pemerintah sehingga pembelajarannya disesuaikan. Dengan pembelajaran yang sesuai kompetensi minimal dari pemerintah, siswa akan dapat mengerjakan tes akhir.

Progressive educator

Portofolio

Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kretaivitas siswa melalui pembelajaran yang berbasis eksplorasi. Sumber belajar yang digunakan pun beragam, tidak hanya satu sumber, termasuk lingkungan juga dijadikan sumber belajar. Penilaian akhir bukan berasal dari tes akhir pembelajaran, namun portofolio yang merupakan dokumen hasil belajar peserta didik selama periode mengikuti pendidikan. Sistem pendidikan pada ideologi progressive educator ini mencerminkan student centered learning. Siswa harus memiliki kemauan dan kesadaran secara mandiri mengumpulkan bukti-bukti kegiatan pembelajaran yang diikutinya.

 

Public educator

Portofolio/ social context

Isi pembelajaran kontekstual dengan apa yang terjadi dan berkembang di masyarakat. Peserta didik dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri secara bebas. Tujuan pendidikan pada ideologi ini yaitu peserta didik dapat membangun kehidupannya sendiri. Sumber belajar berasal dari lingkungan sosial, berupa gejala dan fakta unik, menarik, dan bermakna yang dapat ditemukan dan dipelajari peserta didik. Penilaian akhir pun dilakukan dengan portofolio, bukan ujian akhir. Nilai dan kelulusan peserta didik didasarkan pada hasil belajar selama mengikuti pendidikan yang didokumentasikan dalam bentuk portofolio atau sosial konteks.

 Ideologi yang paling tepat menurut penulis untuk diterapkan dalam pembelajaran dengan mempertimbangkan sistem penilaiannya dan kompetensi Abad 21 adalah sebagai berikut:

a.   Penilaian autentik à penilaian yang didasarkan apa yang telah dipelajari siswa. Menurut Jon Muller (2018), untuk menjadi orang yang produktif, seorang individu harus mampu melakukan tugas-tugas yang berarti di dunia nyata. Oleh karena itu guru harus mampu membantu siswa menjadi mahir dalam melakukan tugas-tugas yang akan mereka hadapi ketika mereka lulus. Untuk menentukan apakah itu berhasil, guru meminta siswa melakukan tugas yang bermakna sesuai dengan tantangan di dunia nyata untuk melihat siswa mampu melakukannya atau tidak. dalam melakukan penilaian, guru sudah seharusnya mendasarkan pada apa yang telah dipelajari siswa tersebut. Penilaian bisa berdasarkan dari sumber data yang dapat menggambarkan capaian belajar siswa (Abidin, 2012). Berbagai macam cara dapat dilakukan untuk bermuara pada penilaian autentik ini. Pada tulisan ini penulis membatasi pada 2 cara yaitu dengan penilaian berbasis project dan protofolio.

1)    Penilaian Berbasis Proyek yang memegang prinsip:

-       Otentik memberikan masalah yg sesuai dengan kehidupan à proyek yang diberikan merupakan upaya solusi untuk masalah yang dihadapi dalam kehiodupan sehari-hari. Sehingga setelah lulus dapat menerapkan rumusan solusi yang telah disusun selama perkuliahan.

-       Penilaian dari serangkaian kegiatan proyek yang meliputi proses, pelaksanaan proyek, dan pelaporan. Contohnya pada mata kuliah MBKM yang menjadi tugas penulis. Penulis menerapkan penilaian berbasis proyek untuk mata kuliah media pembelajaran digital dengan skema berikut:


Gambar 1. Gagasan sumber data penilaian berbasis proyek (K. Limiansi)

 1)    Portofolio

Hal yang perlu diperhatikan saat penilaian portofolio:

-       Guru menyediakan pedoman penyusunan portofolio

-       Guru menyediakan kriteria atau target penyusunan portofolio

-    Guru menetapkan mekanisme dan instrument penilaian portofolio sehingga dapat ditetapkan nilai tiap siswa dengan bobot yang sama

-       Guru menetapkan pedoman penentuan nilai akhir

-  Guru menetapkan mekanisme remidiasi bagi siswa dengan portofolio kurang memenuhi kriteria.

a.   Penilaian menyeluruh/ komprehensif à penilaian yang dapat menilai keberhasilan belajar siswa dalam semua materi (Nurhayati, 2016). Tidak hanya keseluruhan materi tapi juga keseluruhan aspek, seperti afektif, kognitif, dan psikomotor. Penilaian ini dapat tercapai jika dilakukan dengan berbagai instrument untuk mengukur capaian siswa. Untuk dapat mengukur capaian siswa dengan baik, tentu alat ukur tersebut harus valid dan reliabel.

b.   Penilaian dan evaluasi berkesinambungan à penilaian tidak hanya dilakukan satu kali (misalkan 1x di akhir) namun secara berkesinambungan atau terus menerus. Seperti kita ketahui bahwa penilaian berdasarkan waktu diberikannya ada 2 jenis yaitu penilaian formatif dan sumatif. Penilaian formatif ini diberikan setiap periode waktu selama proses pembelajaran berlangsung untuk melihat capaian peserta didik serta hambatan atau identifikasi masalah dan kekurangan dalam proses pembelajaran guna menentukan tindakan guru kedepan dalam pembelajaran. Sedangkan penilaian sumatif dilaksanakan di akhir untuk menentukan capaian hasil belajarsiswa setelah belajar materi secara keseluruhan. Penilaian berkesinambungan harapannya seperti penilaian formatif. Guru dapat memperbaiki program atau kegiatan pembelajaran atau menyempurnakannya berdasarkan penilaian formatif ini. Penilaian ini dapat menjadi sumber data evaluasi kegiatan pembelajaran.

c.    Penilaian reflektif à dari hasil penilaian, siswa dapat mengetahui apa yang sudah diketahui, apa yang belum diketahui, dan apa yang akan diketahui kedepannya. Siswa memiliki pengetahuan metakognitif dalam belajar.

Penilaian reflektif ini dapat dilakuakan dengan membuat jurnal belajar harian oleh siswa. Skema jurnal belajar adalah sebagai berikut:

KESIMPULAN:

Penilaian sudah seharusnya menggambarkan apa yang dicapai siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hasil penilaian ini dapat menjadi dasar dalam evaluasi kegiatan pembelajaran. Penilaian yang sesuai dengan filsafat dan ideologi pendidikan adalah penilaian yang berkeadilan. Guru humanis diwujudkan dalam melakuakn penilaian yang berkeadilan. Intinya adalah memberi kesempatan kepada semua siswa secara seimbang untuk menampilkan pengetahuan, keterampilan, dan performa yang dicapai berdasarkan hasil dari proses belajarnya.

 DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. 2012. Model Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Beroreintasi Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun II, Nomor 2, hal. 164-178.

Ernest, Paul. (2004). The Philosophy of Mathematics Education. USA: Taylor & Francis e-Library.

Marsigit. 2013. Pergulatan Memperebutkan Filsafat, Ideologi, dan Paradigma. Makalah disampaikan sebagai Pengantar Presentasi pada Kegiatan Seminar dan Workshop dengan Tema Membangun Karakter Bangsa dengan Pendidikan Melalui Kurikulum 2013 yang diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, pada Hari/Tgl.: Jum’at sd Sabtu, 13 dan 14 September 2013

Marsigit. 2015. Syntesies on The Philosophical and Theoritical Ground of Mathematics Education adapted and developed from The Philosophy of Mathematics Education (Paul Ernest, 2004). (Online) http://staffnew.uny.ac.id/upload/131268114/pengabdian/marsigitmateri-workshop-qitepphilosophymatheduclesson-study-teamfinal.pdf

McMillan, J.H. 2018. Classroom Assessment: Principles and Practice that Enhance Student Learning and Motivation. New York: Pearson Publisher

Muller, J. 2018. What is Authentic Assessment?. (Online) diakses pada Minggu, 5 November 2021 dengan alamat: http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisit.htm

Nurhayati, A. 2016. Prinsip dan Tujuan Penilaian Tindakan Kelas. E-Jurnal UIN Allaudin Makassar, Vol 5, No 1

 

 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESUME BUKU IMMANUEL KANT “The Critique of Pure Reason”

EVOLUSI SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA

FOSFORILASI TINGKAT SUBSTRAT