REFLEKSI PERKULIAHAN FILSAFAT PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN #9
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit., M.A
Oleh: Kintan Limiansi (S3 PEP Angkatan 2021/ Kelas A/21701261017)
Setelah sebelumnya
membahas tentang ideologi pendidikan, pertemuan ke-9 kuliah Filsafat Penelitian
dan Evaluasi Pendidikan dengan Prof. Marsigit, M.A. kali ini membahas tentang
filosofi dan dasar teori dari pendidikan matematika. Walaupun diberi judul
pendidikan matematika, tetapi pembahasan lebih ke pendidikan secara umum. Prof. Marsigit merumuskan hasil sintesis
filosofi dan dasar teori pendidikan didasarkan pada buku Paul Ernest (2014)
yang berjudul “The Phylosophy of Mathematics Education”.
Hal yang menarik dalam
kuliah kali ini adalah pertanyaan Prof. untuk definisi fisika, biologi, bahasa
menurut pendapat mahasiswa yang bekerja di bidangnya. Ada yang menyebutkan
bahasa di sekolah adalah “alat” untuk berkomunikasi, ada yang menyebutkan
fisika di sekolah adalah fisika yang dipelajari di sekolah, dan biologi adalah
“ilmu” yang mempelajari tentang makhluk hidup. Yang mempelajari ilmu adalah
orang dengan jenjang pendidikan dan pemikiran yang tinggi, seperti mahasiswa S2
dan S3. Namun biologi atau bidang lain yang dipelajari anak keci (TK, SD)
bukanlah ilmu namun lebih ke penggunaannya atau aplikasinya dan kaitannya
dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Anak kecil belum memiliki keterampilan
berpikir abstrak jadi sebaiknya dikenalkan hal-hal yang bersifat konkrit dan
dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan dengan dunia bermain.
Pembelajaran yang dikemas dengan demonstrasi, simulasi, games akan menarik bagi
siswa. Lain halnya untuk siswa dengan usia lebih tinggi (SMP dan SMA) sudah
semakin memiliki kemampuan berpikir abstrak. Oleh karena itu pembelajaran yang
dikemas tidak perlu banyak games, simulasi, namun mengarah ke kegiatan yang
mengajak siswa untuk menyelidiki, memecahkan masalah, dan menyampaikan pendapat
atau temuan walaupun pada hal-hal yang
sederhana.
Prof.Marsigit juga
menjelaskan dalam buku Paul Ernest (2014) pembelajaran matematika di sekolah
sudah mencapai taraf aktivitas sosial. Bukan sebagai ilmu lagi, namun
matematika merupakan aktifitas sosial. Benar memang, karena kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari matematika. Bahkan dalam pada
segala lini kehidupan, misalnya transaksi jual-beli, menentukan ukuran sepatu
atau ukuran baju, membangun rumah, mengatur jadwal kegiatan harian, semuanya
berkaitan dengan matematika. Oleh karena itu matematika diaplikasikan sebagai
aktifitas sosial.
PR bagi kita yang belajar
di bidang yang lain, seperti fisika, biologi, kimia, bahasa, bagaimana
menjadikan bidang-bidang tersebut menjadi hal yang digunakan oleh siswa sebagai
aktivitas sosial. Mungkin salah satu cara yang saya usulkan adalah dengan
pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran di kemas dengan mengaitkan antara
bidang keilmuan dan kejadian pada kehidupan sehari-hari. Dengan demikian siswa
akan lebih mudah mengetahui aplikasi apa yang telah dipelajari, mampu melihat
hal lain dengan pendekatan yang serupa, sehingga harapannya dapat kritis dalam
melihat suatu permasalahan lalu berupaya menemukan solusinya. Guru atau
pendidik merupakan fasilitator. Mari kita fasilitasi peserta didik kita untuk
belajar kontekstual dan membangun keterikatan yang erat antara konsep yang
mereka pelajari dengan kejadian di dalam kehidupan sehari-hari sehingga bidang
keilmuan tersebut dapat terealisasi menjadi aktivitas sosial.
Komentar
Posting Komentar